Kamis, 30 Juni 2011

JARINGAN (2)


JARINGAN PENYOKONG (PENGUAT)
Jaringan penyokong pada tumbuhan, yaitu kolenkim dan skerenkim, berdasarkan fungsinya diberi istilah stereom (Haberlandt,1918). Jaringan tersebut berfungsi untuk memberi kekuatan dan melindungi secara mekanik jaringan-jaringan di sekitarnya.
Kolenkim
Secara ontogeni, perkembangan kolenkim mirip prokambium dan tampak pada tahap yang sangat awal dari diferensiasi meristem atau dari sel isodoametris meristem dasar. Kolenkim terdiri atas sel hidup yang berbentuk agak memamjang dan biasanya berdinding tebal. Kolenkim berfungsi sebagai jaringan penyokong pada organ muda yang sedang tumbuh, pada utmbuhan  menerna (herbaceus), dan bahkan pada organ dewasa. Kolenkim bersifat plastis sehingga dapat meregang secara irreversibel (tidak kembali ke bentuk semula) dengan adanya pertumbuhan organ. Kolenkim dewasa kurang plastis, lebih kuat, tetapi lebih mudah rusak daripada kolenkim muda. Ada hubungan fisiologi dan morfologi antara kolenkim dan parenkin. Pada tempat kedua jaringan tersebut berdampingan terdapat bentuk peralihan antara tipe kolenkim dan parenkim.
Kolenkim seperti halnya parenkim dapat berisi kloroplas. Kolenkim yang mirip dengan parenkim berisi banyak kloroplas,sedangkan kilenkim khusus yang terdiri atas sel yang sempit memanjang, hanya sedikit atau tidak mengandung kloroplas sama sekali. Sel kolenkim dapat juga berisi tanin.
                 Pada irisan lintang kolenkim segar, dinding selnya tampak seperti nakre. Dinding kolenkim tumbuhan yang terkenal angin lebih tebal. Dinding sel terdiri atas selulosa, sejumlah besar pektin, dan hemiselulosa, tetapi tidak mengandung lignin. Senyawa pektinnya bersifat hidrofil sehingga dinding kolenkim banyak mengandung air. Dinding kolenkim yang menebal sekunder dapat menjadi tipis dan kemudian selnya menjadi meristemistis lagi dan mulai membelah. Hal ini terdapat jaringan kolenkim yang membentuk felogen. Noktah primer sering kali terdapat dalam dinding kolenkim.
Kolenkim terdapat di dalam batang,daun,bunga buah,dan akar. Kolenkim berkembang terutama jika mendapat sinar. Kolenkim tidak terdapat dalam batang dan daun Monokotil yang sklerenkimnya berkembang pada umur awal. Kolenkim biasanya dibentuk tepat di bawah epidermis, tetapi dalam hal khusus terdapat satu atau dua lapisan parenkim da antara epidermis dan kolenkim.Apabila kolenkim berada tepat di bawah epidermis, sering kali dinding epidermis juga menebal dengan cara yang sama dengan dinding sel kolenkim. Pada batang, kolenkim terdapat sebagai suatu silinder atau berbentuk pita memanjang (membujur). Pada daun,kolenkim terdapat pad satu atau kedau sisi tulang daun,dan sepanjang tepi daun.
Ukuran dan bentuk sel kolenkim beragam. Ada yang berbentuk prisma pendek, mirip sel parenkim,atau panjang seperti serabut dengan ujung runcing. Sel kolenkim yang terpanjang dijumpai di daerah puast untaian kolenkim, dan yang terpendek di daerah tepi. Hal ini dapat diterangkan  sebagai berikut: untaian kolenkim dibentuk oleh serangkaian sel yang membelah memanjang mulai dari pusat untaian; setelah pembelahan, sel terus memanjang sehingga sel pusat menjadi yang terpanjang karena yang pertama kali dibentuk dan meningkat sampai panjang maksimun. Selama perkembangan untaian kolenkim ini juga terjadi pembelahan mendatar (horizontal).
Menurut tipe penebalan dindingnya, kolenkim dibedakan menjadi beberapa macam, sebagai berikut:
a)      Kolenkim sudut (angular kolenkim)
Penebalan dinding sel kolenkim ini terjadi pada sudut-sudut sel. Pada penampang melintangnya, penebalan ini tampak terjadi pada tempat  bertemunya tiga sel atau lebih, seperti yang terdapat pada tangkai Rummex, Vitis, Begonia, Coleus, Cucurbita, Morus, Beta, dan pada batang solanum tuberosum dan  Atropa belladonna.
b)      Kolenkim lamela (lamelar kilenkim)
Penebalan dinding sel kolenkim ini  terjadi pada dinding tangensial sel. Kolenkim lamela terdapat pada  korteks batang sambucus nigra, Rhamnus, dan tangkai Cochlearia armoracia.
c)       Kolenkim lakuna (lacunar kolenkim) ini terjadi pada dinding yang berbatasan dengan ruang antar sel .kolenkim lakuna terdapat pada tangkai beberapa spesies copositae,misalnya (salvia,malva,Athaea,dan,Asclepias.    
d)      Kolenkim cincin(anular kolenkim)     
Istilah kolenkim cincin diberikan oleh Duchaigne(1955) untuk tipe kolenkim yang lumen selnya pada penampang melintang tampak melingkar.muller(1890) menyebutnya knorpel- collen chyma.pengamatan terhadap kolenkim cincin dewasa tampak adanya penebalan dinding sel secarah terus menerus sehingga lumen sel akan kehilangan bentuk sudutnya.        

Gambar 28.berbagai tipe kolenkim;(1)kolenkim menyusut, pada penampang melintang tangkai daun Begonia;(2)kolenkim lamelar,pada penampang melintang korteks batang muda sambocus;(3)kolenkim anular pada penampang melintang tulang daun Nelium oleander;(4)kolenkim lakuna, pada penampang melitang tangkai daun petasites officinalis;(5)kolenkim bersudut, pada penampang membujur.(Fahn,1989 ;83)

 Dinding sel kolenkim terdiri atas lapisan yang berselang seling kaya selulosa dan kaya pektin.pada bahan segar,air dalam seluruh dinding sel lebih kurang 67%Roelopsen (1959) menyatakan bahwa didalam petasites,dinding sel kolenkim berisi 45% pektin,35% hemiselulosa,dan 20% selulosa.Dinding sel kolenkim petasites ini terdiri atas 7-20 lamela yang bergantian/berseling antara lamela yang mengandung banyak selulosa dan lamela yang mengandung sedikit selulosa.Semakin mendekati lumen sel,selulosanya semakin banyak.
Menurut czaja (1961), lamela melintang pada penebalan dinding kolenkim pada kebanyakan tumbuhan dapat dideteksi dengan alat mikroskop cahaya terpolarisasi.Chafe (1970) telah mengamati bahwa orientasi mikroserabut selulosa dalam lamela yang berurutan bergantian melintang dan membujur.Selama perkembangan penebalan dinding,terjadi penambahan lapisan mikroserabut mengelilingi seluruh sel sehingga memperluas keliling sel.
   Kolenkim dewasa adalah sesuatu jaringan lentur yang kuat,terdiri atas sel panjang yangtumpang tindih (panjangnya dapat mencapai 2 mm)dengan dinding tebal yang tidak berlignin.Kekuatan meregang sel kolenkim sebanding dengan serabut.Pada bagian tumbuhan yang tua,kolenkim menjadi keras atau dapat berubah menjadi sklerenkim dengan pembentukan dinding sekunder yang berlignin.
Pada sebagian besar tumbuhan Dikotil, misalnya tangkai dan batang Medicago sativa, Eryngium maritimum, Viscum album, dan salvia officinalis, kolenkim berubah menjadi sklerenkim. Menurut Duchaigne (1955), sklerifikasi ini terjadi melalui pembentukan lamela secara sentripetal dan sentrifugal. Selama pertumbuhan lamela, dibentuk lapisan yang  kaya selulosa, yangkemudian banyakmengandung lignin. Lamela yang mengangdung lignin tampak dengan arah sentrifugal mengeliling lapisan pertama. Sebagai hasil perkembangan sentrifugal, lamela berlignin yang mengandung senyawa pektoselulosa pada dinding kolekim tidak tampak. sering kali sebagian senyawa ada yang masih tertinggal setelah dinding mengalami sklerifikasi. Lamela tambahan berkembang ke arah sentripatel dan lumen sedikit demi sedikit mengecil. Terpusatnya lignin terjadi terutama pada lapisan dinding terluar. Biasanya disimpulkan bahwa kolekim adalah jaringan penunjang yang muda. Apabila kolekim terdapat pada organ yang berkanjang (persisten) untuk periode yang lama, kolekim akan mengalami sklerifikasi.
                                                                  
Sklerenkim
Sklerenkim adalah sel dengan dinding sekunder tebal yang mengandung lignin atau tidakTidak seperti kolekim yang bersifat plastis, sklerenkim bersifat elastis.
Sel sklerenkim beragam dalam hal bentuk, struktur, asal usul, dan perkembangannya. Banyak bentuk peralihan terdapat di antara sel sehingga sukar untuk mengelompokkan tipe sklerenkim. Sklerenkim dibedakan menjadi dua, yaitu serabut dan sklerenkim (sel batu). Kedua jenis sel ini tidak dapat dipisahkah secara jelas, tetapi biasanya serabut selnya sangat panjang dibandingkan dengan lebarnya. Sementara, sklereida beragam bentuknya, ada yang isodametris, memanjang, dan sering kali bercabang. Sel sklerenkim dewasa ada yang mempunyai protoplas, ada yang tidak. Keragaman ini yang menyulitkan untuk membedakan antara sel sklerenkim dan parenkim yang mengalami sklerifikasi.
Serabut bisa dibedakan dari sklereida berdasarkan asal-usul unsur tersebut. Sklereida berkembangan dari sel parenkim, kemudian dindingnya menebal sekunder, sedangkan serabut berkembangan dari sel meristem
Serabut terdapat pada bagian yang berbeda dari tubuh tumbuhan, yang mungkin terdapat sebagai idioblas (pada daun Cycas), tetapi lebih sering berbentuk pita atau silinder kosong yang tidak terputus. Serabut biasanya ditemukan dalam jaringan pembuluh, tetapi juga berkembang baik pada jaringan dasar. Menurut tempatnya dalam tubuh tumbuhan, serabut dikelompokkan menjadi dua tipe dasar, yaitu serabut xilem dan ekstraxilem.
Serabut xilem merupakan bagian terpadu dari xilem dan berkembang dari jaringan meristem yang sama seperti pada unsur xilem lain. Serabut ini bentuknya sangat beragam. Berdasarkan ketebalan dinding, tipe, maupun jumlah noktah, serabut xilem dibedakan menjadi serabut berserat (libriform; liber: kulit dalam) dan trakeida. Serabut berserap mirip serabut floem dan biasanya lebih panjang daripada trakeida. Serabut ini mempunyai ketebalan dinding yang sangat ekstrem dan noktah biasa. Trakeida serabut merupakan bentuk peralihan antara trakeida dan serabut bersera, ketebalanya dindingnya sedang, tidak setebal serabut berserat tetapi lebih tebal daripada trakeida. Pada trakeida terdapat noktah berhalaman, tetapi ruang noktahnya lebih kecil daripada trakeida. Pada trakeida serabut, dan sering kali juga pada serabut berserat, saluran noktah memanjang dan cela noktah bagian dalam seperti terbelah akibat dari penebalan dinding. Serabut trakeida mempunyai cela noktah yang panjangnya melebihi diameter ruang noktah, dan celah noktah bagian dalam berasal dari pasangan noktah yang tegak lurus satu sama lain.
Tipe serabut lain yang terdapat dalam zilem sekudner dikotil adalah serabut bergelatin dan sserabut berlendir. Serabut merupakan lapisan paling dalam dinding sekunder, banyak berisi alpha selulosa dan sedikit lignin. Lapisan ini disebut lapisan-G, menyerap banyak air dan dapat membengkak sehingga mengisi seluruh lumen serabut. Dalam keadaan kering, lapisan ini mengerut secara tak berbalik. Lapisan-G relatif berpori dan kurang pada dibandingkan lapisan di luarnya. Serabut bergelatin khas untuk kayu keras.
Serabut ekstraxilem terdapat pada semua bagian tumbuhan, kecuali pada unsur xilem. Serabut ekstraxilem yang terdapat pada korteks sangat dekat hubungannya dengan unsur floem. Serabut ekstraxilem batang Monokotil, sebagai silinder kosong yang tidak terputus dalam jaringan dasar, terletak di sebelah dalam epidermis dengan jarak yang beragam, dan mengelilingi berkas pengangkut paling luar. Pada Monokotil, serabut membentuk selubung mengelilingi berkas pengangkut. Sebagian serabut berkembang dari prokambium, dan ada yang dari jaringan dasar.
Batang memanjat dan Dikotil tertentu, seperti Aristolochia dan Cucurbita, membentuk serabut pada sisi lapisan korteks terdalam dan tetapi silinder pusat. Tidak ada hubungan antara perkembangan serabut ini dengan floem. Serabut tersebut dinamakan serabut perisiklus. Hasil penelitian secara ontogeni terhadap batang beberapa tumbuhan (Nicotiana, Linum, Ricinus, dan Nerium) menunjukkan bahwa serabut perisiklus berkembang dari prokambium dan merupakan serabut floem primer.
Pengelompokkan menjadi serabut xilem dan ekstaxilem tidak selalu tepat karena ada juga serabut bersekat (septata) yang terdapat dalam xilem dan floem, bahkan dalam spesies yang sama, misalnya pada Vitis. Serabut ini khas karena adanya sekat internal dan protoplasmanya hidup. Pada serabut kayu sekat dari ribes sanguineum. Sekat internal dihasilkan dari mitosis sel berlignin. Sekat tidak melebur dengan dinding serabut, tetapi meluas pada tempat persinggungan ini. Serabut ini ujungnya meruncing pada irisan membujur. Sekat terdiri atas lamela tengah dan dua lapisan dinding primer yang terputus oleh sejumlah plasmodesmata. Serabut sekat dapat berisi tepung dan minyak sehingga dianggap berfungsi sebagai penyimpan. Selain itu, serabut sekat juga berisi resin dan sering kali kristal Ca oksalat. Serabut sekat terdapat dalam xilem sekunder Dikotil. Serabut sekat tak berpembuluh terdapat dalam beberapa Monokotil, misalnya pada Palmae dan Bambusoidae. Serabut dewasa berkembang baik, dinding sekunder berlignin sering kali sangat tebal sehingga menutupi lumen. Pada dinding ini tampak adanya lamela pada potongan melintang, ketebalan lamela Limum antara 0,1 – 0,2 µm.
Kadang-kadang ada sel yang memanjang dalam xilem sekunder dan mempunyai dinding sekunder yang sama tebal dengan parenkim pada xilem. Sel ini berisi protoplas hidup dan oleh sanio disebut serabut sulih (substitute fibers). Sel ini termasuk parenkim xilem, dan jangan dikacaukan dengan serabut berserat yang hidup dan trakeida serabut.
Sel serabut biasanya panjang dan sempit, berujung runcing, dan sering kali bercabang. Panjang serabut beragam; umumnya serabut ekstraxilem lebih panjang daripada serabut xilem. Pada canabis sativa, panjang serabut 0,5 – 5,5 cm, pada Linum usitatissimum 0,8 – 6,9 cm, dan pada Bochmeria nivea dengan maserasi khusus panjang serabut dapat mencapai 55 cm. Serabut rami ini merupakan sel terpanjang pada tumbuhan tingkat tinggi.
Serabut floem terdapt pada batang. Batang Linum usitatissimum hanya mempunyai sebuah pita serabut, beberapa lapisan sel di bagian dalam, terdapat di sebelah luar tepi silinder vaskular. Serabut ini pada mulanya merupakan floem primer, masak sebagai serabut setelah tidak berfungsi dalam pengangkutan. Jadi serabut Linum ini sebenarnya adalah serabut floem primer. Pada bantang Sambucus, Tilla, Liriodendron, Vitis, Robinia pseudoacacia  dsb., serabut terdapat pada tepi floem (serabut floem primer) dan juga di dalam floem sekunder (serabut floem sekunder).
Secara ontogeni, serabut berkembang dari berbagai meristem, ada yang dari prokambium, kambium, meristem dasar, dan bahkan dari protoderm. Misalnya pada spesies tertentu Gramineae dan Cyperaceae. Serabut dapat juga berkembangan dari sel parenkim, misalnya pada protofloem kebanyakan Dikotil. Serabut dibentuk oleh kambium yang berkembang dari sel inisial yang menggelendong (fusiform), dan hanya sedikit memanjang selama pemasakan.
Serabut yang berasal dari sel inisial pendek, seperti dalam Linum dan Bochmeria nivea, sangat memanjang pada pemasakan. Menurut Aldaba (1927), sel inisial serabut floem primer rami panjangnya 20 um, dan ketika menjadi serabut dewasa dapat mencapai 55 cm (550.000 um). Pemanjangan tersebut tertahap selama beberapa bulan. Pemanjangan bertahan serabut floem primer meliputi perkembangan dinding sekudner yang sangat rumit. Serbut tumbuh secara simplastis, dan dindingnya tetap tipis, kemudian dimulai pertumbuhan intrusif dengan dinding sel yang di ujungnya tetap tipis, dan mulai pembentukan dinding sekunder dari tengah serabut pada bagian dinding yang berhenti memanjang. Pada Linum dan rami telah ditemukan bahwa proses ini bertahap sehingga lamela baru dinding sekunder ditambahkan secara sentripetal dalam bentuk silinder yang terbuka kedua ujungnya. Pada waktu yang sama, lamela yang pertama kali dibentuk akan terus-menerus memanjang menuju ujung serabut, yang akan berhenti jika serabut berhenti memanjang. Menurut Kundu dan Sen (1960), ujung atas serabut rami tumbuhnya lebih lama daripada ujung basal. Sering kali tidak seluruh lamela mencapai ujung serabut. Pada beberapa serabut dibentuk ruang di bagian terminal dengan pertumbuhan menuju ke lumen sel. Pada serabut pendek, seperti pada Agave, Sansevieria, dan Musa tekstilis, yang mempunyai panjang total hanya beberapa mm, semua bagian dinding sel tumbuh dengan kecepatan yang sama.
Pertumbuhan serabut dalam tubuh primer berbeda dengan yang terdapat dalam tubuh sekunder. Sel inisial serabut primer sudah tampak sebelum organ tempatnya memanjang, dan mereka juga tumbuh memanjang secara simplastis bersama dengan sel tetangga yang menurus-menerus membelah. Pertumbuhan simplastis diikuti dengan pertumbuhan intrusif sehingga biasanya serabut primer lebih panjang daripada serabut sekunder pada tumbuhan yang sama. Pada rami, rata-rata panjang serabut floem primer 164,6 mm, sedangkan rata-rata panjang serabut sekunder 15,5 mm.
Penelitian serabut kayu menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa selama pembentukan dinding sekunder, biasanya di dalam sitoplasma terdapat vakuola yang jelas, intinya besar, dan organel yang biasa terdapat tampak berdesakan dekat ujung. Seringkali, RE tampak terletak sejajar permukaan dinding. Pembentukan dinding terjadi secara aposisi lamela selulosa dan sekresi vesikuler. Selama perkembangan serabut floem primer Nicotiana dan Linum, protoplasnya multi-inti. Pada perkembangan serabut floem sekunder, protoplasma hanya mempunyai satu inti.
Serabut berserat dewasa dan serabut trakeida biasanya dianggap sebagai struktur penyokong yang mati. Serabut dewasa yang mempunyai protoplas hidup dan inti hanyalah serabut floem dan serabut sekat. Menurut Bailey (1953), serabut berserat sering kali tetap hidup, dan kemudian membentuk penebalan dinding sekunder yang berlignin sehingga sel ini selain berfungsi untuk penyokong juga penyimpan.
Akhir-akhir ini telah dapat diidentifikasi adanya protoplas hidup dan inti dalam serabut berserat dari banyak spesies, bahkan dalam serabut trakeida, misalnya yang terdapat dalam kayu Tamarix spp., Chenopodiaceae, dan pada pepohonan atau semak Dikotil. Protoplas hidup juga ditemukan dalam banyak serabut Monokotil, dengan serabut yang panjang, lumen sempit, biasanya inti memanjang. Serabut kayu  Tamarix aphylla dapat  brtahap hidup sampai 20 tahun.
Serabut xilem berbedabentuk, ukuran, ketebalan dinding, tipe,  dan jumlah noktahnya. Hal ini diasumsikan dari sudut pandang evolusi bahwa serabut berkembang dari trakeida. Asumsi ini di duksung olehkenyataan bahwa banyak di temukan bentuk peralihan  dalam beberapa Angios permea,misalnya pada Quercus spp. Banyaknya bentuk peeralihan yang ada menunjukkan bahwa perubahan ini terjadi selama perjalanan evolusi dari trakeida menjadi serabut. Hal ini terlihat dari dinding yang menebal, jumlah noktah dan ruang noktah mengecil, diikut dengan hilangnya noktah halaman,dan sel menjadi lebih pendek. Asumsi pemendekan serabut ini menunjukkan adanya pemendekan sel inisial serabut di dalam kambium,tidak pada serabut dewasa.Pada jaringan dewasa,serabut berserat biasanya lebih panjang dari pada trakeida.
   Istilah serat yang digunakan dalam industri tidak seluruhnya mempunyai arti sama dengan yang didefinisikan oleh ahli botani.Sebagai contoh,serabut komersial dari linum,bochmeria,dan chorchorus,kenyataan adalah seikat serabut yang berasal dari serabut pembuluh dengan selubung yang dikelilingi oleh serabut.Serabut komersial dari Gossypium adalah rambut epidermis biji.serabut kapuk (ceiba pentandra) adalah rambut yang di hasilkan pada permukaan pada kapsul ceiba pentandra.
   Serabut komersial di bedakan menjadi dua tipe,yaitu serabut keras dan serabut halus.
a.       Serabut keras          
              Serabut keras adalah serabut yang berisi lignin tinggi dan bertekstur kaku. Serabut keras    ini terdapat pada monokotil, misalnya pada Musa tekstilis, Manila hemp, Sansevieria, Agave, phormium tenax, Ananas comusus, dan agave sisalana. Serabut keras dari monokotil (bersama dengan xilem ) merupakan  bahan mentah dalam pembuatan kertas, yaitu dari zea mays, saccharum officinarum, dan stipa tenacissima.
b.      Serabut lunak                          
Serabut lunak ada yang berisi lignin tetapi ada juga yang tidak, fleksibel, dan elastis. Serabut lunak terdapat pada Dikotil, misalnya pada linum usitatissimum, Canabis sativa, Bochmeria nivea, Corchoru s (jute), Hibiscus canabicus (kenaf), dan Ceiba pentandra (kapuk).

Serabut floem pada beberapa Dikotil digunakan untuk pembuatan kertas. Serabut kapas (Gossypium) yang dihasilkan dari integumen biji merupakan serabut komersial yang sangat penting sekarang ini. Serabut juga dikelompokkan menurut penggunaannya yaitu sebagai berikut :
a.       Serabut tekstil, di gunakan dalam produksi pabrik. Pada indusri tekstil, serabut yang terutama digunakan adalah serabut kapas dan sejumlah kecil flaks, rami dan hemp. Untuk produk yang kasar seperti karung goni, yang digunakan terutama adalah jute, rami, flaks,  hemp, dan beberapa serabut lain untuk mengurangi peregangannya.
b.      Serabut cordage, untuk tali. Pabrik pemintalan biasanya menggunakan jute, kapas, dan hemp. Untuk mengurangi peregangan digunakan fleks dan beberapa serabut keras lain. 
c.       Serabut sikat, digunakan dalam produksi sikat dan sapu. Sikat dan sapu kebanyakan di buat dari serabut agave, serabut dari batangdan daun Palmae, dan karangan bunga dari Sorghum vulgare. 
d.      Serabut pengisi, digunakan untuk perkalkas rumah, misalnya matras, wall plate, plastik, dsb. Beberapa serabut pengisi antara lain serabut kapuk, kapas, jute, dan serabut dari Thillandsia unsneoides, serta beberapa serabut kasar lain.

Dari pandangan teknologi, bentuk sel serabut  panjang dan struktur dindingnya penting dalam industri serat. Orientasi unit selulosa berpengaruh penting pada sifat fisik kayu  dan serabut  komersial. Semakin banyakn unit selulosa yang berorintasi paralel, semakin tinggi kelenturan da kemampuan serabut menyerap panas.
Secara komersial,serabut diperingkat menurut ketahanannya,kemampuan peregangannya, panjangnya untaian, kehalusan, keseragaman, dan kelenturan. Berdasarkan sifat diatas,beberapa serabut komersial yang paling penting dapat dipisahkan menjadi empat peringkat.
Serabut keras: peringkat    1.  Musa tekstilis
                                                     2.  Agave sp.
  3. Phormium tenax
  4. Furcrarea gitantea
Serabut lunak: peringkat  1.  Linum usitatissimum
                                             2.  Bochmeria nivea
3. Conabis sativa
4. Corchorus capsularis
Sklereida terdapat di tempat yang berbeda dalam tubuh tumbuhan. Biasanya sklereida merupakan massa yang keras dan terdapat di dalam jaringan parenkim yang lunak. Organ tertentu seperti tempurung kelapa dan kulit biji keras lainnya, seluruhnya tersusun atas sklereida. Di dalam banyak tumbuhan, sklereida merupakan idioblas, yaitu sel yang mudfah dibedakan dari sel sekelilingnya karena ukuran, bentuk, dan ketebalan dindingnya. Bentuk sklereida idioblas sangat beragam. Sklereida dengan bentuk khusus terdapat dalam berbagai tumbuhan, misalnya Gnetum, Camellia, Trochodendron, Nymphaea, Cyathocalyx, Desmons, Phaeanthus, Horsfieldia, Salvadora, Monstera, dan Olea. Pada mesofil Myrtsceace, sel sklerenkim memanjang, sedangkan pada beberapa famili lain sering terdapat sebagai serabut. Pada Magnolia, sklereida ditemukan hampir di semua organ, misalnya dalam korteks dan empulur batang, pada daun, stipula, alat tambaham pada bunga, pada dasar bunga, dan pada buah, jarang ditemukan pada akar.
Di dalam tipe sklereida idioblas, terdapat suatu tipe sel yang mirip trakeida disebut tracheoid idioblas, yang ditemukan dalam spesies Soalicornia. Menurut Tschirh (1889), sklereida dibedakan menjadi 4 tipe.
a)      Sel batu (Brakisklereida)
Sel batu berbentuk isodiametris, biasanya terdapat dalam floem, korteks, dan kulit kayu batang dan daging buah pir (Pyrus communis).
b)      Makrosklereida
Makrosklereida adalah sklereida yang berbentuk tangkai, sering membentuk lapisan dalam testa dari biji Leguminosae.
c)       Osteosklereida
Osteosklereida adalah sklereida berbentuk tulang,ujungnya membesar, berongga, bahkan sering kali bercabang. Sklereida ini sering ditemukan dalam kulit biji dan dalam daun Dikotil tertentu, misalnya pada kulit biji kacang merah (Phaseolus vulgaris).
d)      Asterosklereida
Asterosklereida adalah sklereida yang bercabang, sering kali berbentuk bintang. Asterosklerida terutama terdapat pada daun, misalnya pada daun teh (Camelia sinensis).
         Menurut Bloch (1946), ada satu tipe sklereida lagi, yaitu trikosklereida. Trikosklereida merupakan sklereida yang sangat panjang, agak seperti rambut, dan secara teratur bercabang satu.Skereida ini disebut juga filiform,fibriform,columnar atau polymorphic yang terdapat didalam daun.Trikosklereida dapat di jumpai daun atau batang hidrofit,misalnya pada teratai (Nymphaea alba).
Sel batu berkembang  dari sel parenkim dengan penebalan dinding sel sekunder.Dinding sekundernya sangat tebal dan di dalamnya tampak sejumlah lapisan memusat dan noktah bercabang.Selama penebalan dinding,permukaan dalam dinding menebal dan noktah mulai berkembang dibagian luar dinding sekunder.Alasan fisiologis sel parenkim mengalami sklerifikasi tidak diketahui.Namun menurut Bloch (1944),berdasarkan kenyataan,sel batu sering tampak di dekat jaringan yang terluka.Karena itu,perkembangan sel batu dianggap sebagai respon (tanggapan) terhadap kerusakan fisiologi.Pada kulit kayu,banyaknya sel parenkim yang berubah menjadi sklereida disebabkan jaringan yang menua.
                  Hasil penyelidikan perkembangan ontogeni tipe sklereida bercabang dalam daun  Trochodendron aralioides dan Mouriria huberi (Foster, 1944, 945, 1946), dari Memecylon sp. (Rao,1957), dari Olea (Arzee,1953), dan Nympeae odorata (Gandet,1960),dan dalam akar udara dari Monster (Bloch, 1946) menunjukkan bahwa sklereida berkembanga dari   kristal yang kecil dengan dinding tipis. Sel inisial ini dibedakan dari sel tetangganya dengan adanya inti yang besar dan anak inti. Tahap awal perkembangan mulai bercabang dan membentuk sklereida dewasa. Cabang sklereida mengadakan pemantakan (penetrasi) ke dalam ruang  antarsel, tetapi pertumbuhan intrusif dari cabang ini biasanya terjadi di antara dinding sel tetangganya.
                Sklereida dewasa biasanya merupakan sel mati, tetapi protoplasnya sel batu pada  buah pir juga masih hidup untuk waktu relatif lama. Menurut  Alexandrov dan Djaparidze (1927) dengan adanya pemasakan buah, sel batu mengalami pengawaligninan (delignifikasi) karena adanya keaktifan enzimatis dari protoplas sel batu itu sendiri.
                 Struktur dinding serabut telah diselidiki secara perbandingan (komparatif) terutama pada dinding serabut yang mempunyai nilai ekonomi. Selain itu, telah diselidikimpula perkembang serabut secara ontogeni da filogeni. Pertumbuhan sel, khusussnya pertumbuhan intrusif dapat dipelajari dengan baik dalam pelajaranperkembangan serabut. Oleh karena besarnya keragaman bentuk serabut dan banyak bentuk peralihan, serabut merupakan bahan yang cocok untuk mempalajari evolusi dari suatu unsur, misalnya evolusi noktah.
                Serabut pengganti dan serabut sekat selama terjadinya evolusi menjadi sangat berbeda dari bentuk serabut yang khas dan dapat dikelompokkan sebagai sel parenkim dengan penebalan dinding sekunder. Serabut pengganti mirip dengan sel yang memanjang dan serabut sekat seperti serangkaian sel parenkim turunan sel induk tunggal, yang lamela dinding sekundernya berkembang sebelum pembelahan sel selesai.
Serabut berserat dan serabut trakeida sampai sekarang ini biasa dilukiskan sebagai sel mati, yang tidak mempunyai photoplasdan hanya mempunyai fungsi mekanis atau sebagian besar berperan dalam pengangkutan air, merupakan unsur trakea. Hasil penelitian akhir – akhir ini merupakan bahwa serabut berserat dan serabut trakeida dari suban (kayu lunak) pada kebanyakan tumbuhan berkayu berisi photoplas hidup. Karena itu, mulai dipertimbangkan bahwa serabut tidak hanya sebagi unsur penyokong, tetapi juga mempunyai fungsi fisiologi yang penting. Adanya photoplas dalam serabut berserat dan serabut trakeide merupakan contoh dari batas yang tidak jelas dari berbagai unsuryang membentuk berbagai jaringantubuh tumbuhan tingkat tinggi. Adanya skereida idioplas dalam daun tumbuhan, dalam kelompok taksonomi dan ekologi yang berbeda, membuat sukar untuk memahami kepentingan evolusi dan fungsi.

Jaringan Penutup
Jaringan penutup terdiri atas sel  epidermis dan turunannya. Fungsi jaringan penutup adalah :
1.       Melindungi tumbuhan terhadap pengeluaran air yang berlebihan,
2.       Melindungi tumbuhan terhadap kerusakan mekanis, dan
3.       Menjaga atau mengatur suhu tumbuhan.
Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar dari daun, bunga, buah, biji, batang dan akar sebelum mengalami penebalan sekunder. Secara fungsi dan morfologi, sel epidermis tidak seragam, ada yang bermodifikasi menjadi semacam rambut, sel penutup stomata, dan sel lain yang khusus. Secara topografi dan ontogeni, epidermis merupakan jaringan yang seragam.
a.                Struktur Jaringan Epidermis
 Tahap awal pertumbuhan ontogeni epidermis berbeda pada akar dan bantang. Kenyataan ini ditunjukkan adanya peneliti yang menggunakan istilah epiblem dan rhizodermis untuk lapisan akar terluar. Perkembangan epirdermis berawal dari protederm yang berasal dari jaringan meristematis. Epidermis biasanya terdapat di seluruh organ hidup yang tidak mempunyai penebalan sekunder. Beberapa tumbuhan seperti Monokotil yang hidupnya lama, tidak mempunyai penebalan epidermis dalam organ dengan perkembangan sekunder berbeda; biasanya dalam batang dan akar epidermis digantikan oleh periderm selama tahun pertama tumbuhan. Namun, ada tumbuhan tertentu, yaitu Acer striatum, yang peridermnya berkembang setelah beberapa tahun perkembangan pertumbuhan sekunder organ. Pada suatu kasus, sel epidermis terus-menerus membelah antiklin dan membesar ke arah tangensial.
   Pada Spermatophyta, epidermis terdiri atas selapis sel tunggal. Namun pada tumbuhan tertentu mempunyai beberapa lapis sel, yang secara morfologi berbeda dengan jaringan dasar di bagian dalam, dan ditemukan di sebelah dalam lapisan permukaan. Lapisan ini mungkin berkembang secara ontogeni dari dua jaringan meristem yang berbeda, yaitu meristem jaringan dasar disebut hipodermis (hypoderm), dan yang berasal dari protoderm menjadi epidermis multi-seriata. Epidermis berlapis banyak merupakan hasil dari pembelahan periklin sel protoderm. Pembelahan relatif tertunda dan terjadinya pada tahap ontogeni akhir, misalnya pada daun Ficus elastica, epidermis masih merupakan lapisan tunggal sampai tahap daun mulai meluas di dalam kuncup dan stipula dilepaskan. Epidermis multi-seriata terjadi di dalam Moraceae, spesies tertentu dari Begoniaceae dan Piperaceae, dan beberapa Chenopodiaceae. Pada Anasbasis articulata, epidermis multiseriata berkembang di bagian bawah dari tiap buku.
Velamen, yang merupakan jaringan penyerap khusus dari akar udara pada anggrek, juga mempunyai epidermis multi-seriata. Sel lapisan dalam epidermis berlapis banyak pada daun berfungsi sebagai jaringan penyimpan air. Berbagai sel epidermis dapat dibedakan dalam tumbuhan yang berbeda: sel epidermis biasa, sel dengan struktur khusus bentuk atau isinya, sel yang berhubungan dengan stomat, dan tambahan epidermis yang disebut trikoma.
Sel epidermis biasa beragam bentuk, ukuran, dan susunannya, tetapi biasanya tersusun rapat membentuk lapisan padat dan tidak ada ruang antarsel. Pada epidermis petala, sering kali terdapat ruang udara yang ditutupi kutikula. Banyak sel epidermis yang berbentuk tabung. Pada batang dan terutama daun monokotil, sel epidermisnya memanjang. Pada epidermis biji-bijian tertentu (Leguminoseae dan Punica), selnya relatif sangat panjang ke arah menjari dan berbentuk batang. Pada tumbuhan tertentu, misalnya Aloe cristata, sel epidermis tampak heksagonal pada penampang melintangnya, tetapi sebenarnya polihedral. Dinding luar sel epidermis daun tertentu dan petala membentuk papila. Menurut Haberlandt (1918), papila berfungsi mengumpulkan sinar yang terbatas bagi tumbuhan yang tumbuh di tempat teduh. Gambar 31
Dinding sel epidermis tebalnya berbeda-beda, ada yang berdinding tipis, ada yang tebal, dan ada yang dinding periklinnya lebih tebal daripada dinding antiklin. Pada biji, sisik dan helai daun tersebut tentu, misalnya helai daun conifer, dinding sel epidermis sangat tebal dan berlignin.
Pada tangkai daun dan epikotil beberapa tumbuhan, dinding periklinnya lebih tebal daripada dinding antiklin, yang terdiri atas lamela dengan mikroserabut selulosa berselang-seling, parelel, atau melintang terhadap sumbu memanjang sel. Susunan serabut mirip dengan kolenkim dinding sel.
Noktah primer dan plasmodesmata sering kali ditemukan pada dinding menjari dan dinding dalam sel epidermis. Pada sel epidermis, organ aerial, terdapat ikatan ruang anterserabut khusus, terutama pada dinding luarnya. Ikatan ruang dalam dinding selulosa ini disebut ektodesmata, yang dapat ditunjukkan dengan reagen khusus. Pada penampang melintang dinding, strukturnya berbentuk benang, pita atau kerucut; biasanya berbentuk seperti jamur. Akhir-akhir ini telah diperlihatkan bahwa ektodesmata berlawanan dengan plasmodesmata, yang tidak mempunyai struktur plasmatis. Ektodesmata merupakan jalur pemantakan larutan ke dan dari protoplasma. Franke (1917) mengusulkan penggunaan istilah teikoda (teichodes, theichos = dinding; kodos = Jalur) sebagai pengganti ektodesmata, untuk membedakan secara tajam antara ektodesmata dan plasmodesmata.

b.             Senyawa-senyawa dalam Jaringan Epidermis
Di dalam sel dan jaringan epidermis terdapat berbagai senyawa, antara lain kutin, lilin, garam, lignin, getah dan senyawa-senyawa lainnya. Senyawa-senyawa tersebut terdapat pada tumbuhan-tumbuhan tertentu dengan komposisi dan letak yang berbeda-beda untuk masing-masing tumbuhan.
1.                   Kutin
Kutin merupakan suatu senyawa berlemak yang biasanya terdapat pada dinding luar sel epidermis. Senyawa ini ditemukan di dalam dinding sel, ruang antarserabut, dan antarmisela selulosa. Kutin yang membentuk atau merupakan lapisan khusus disebut kutikula, terdapat pada permukaan luar dinding sel. Dengan sudan IV, kutin berwarna merah. Semua bagian batang menerma, daun, dan bagian dewasa akar ditutupi oleh kutikula. Kutikula biasanya tidak terdapat pada bagian tumbuhan yang aktif tumbuh. Kutikula pada Eucalyptus memiliki hiasan (ornamentasi) khusus yang dapat digunakan untuk tujuan diagnosis.
          Ketebalan kutikula sangat beragam. Tumbuhan yang tumbuh di daerah yang kering biasanya mempunyai kutikula lebih tebal. Permukaan kutikula dapat halus, kasar, bergerigi atau beralur. Priestly (1943) menyatakan bahwa lapisan kutin yang sangat tipis dapat ditemukan pada dinding sel mesofil yang dibatasi oleh ruang antarsel. Ruang ini membentuk sistem yang berhubungan dengan stomata sehingga lapisan kutin pada permukaan luar epidermis merupakan kelanjutan kutikula. Kutikula pada permukaan epidermis sering kali mengadakan pemantakan di antara dinding menjari sel epidermis.
        Kutikula terdiri atas 2 lapisan, yaitu lapisan luar yang hanya dibangun oleh kutin, yang merupakan kutikula yang sebenarnya, dan lapisan di bawahnya yang disebut lapisan kutikular, terdiri atas kutin dan bahan dinding. Kutikula yang sebenarnya dibentuk oleh sekresi kutin pada permukaan dinding sel. Proses ini disebut kutikularisasi. Lapisan kutikula dibentuk dengan menempatkan kutin di antara mikroserabut selulosa lapisan dinding paling luar, tempat terdapatnya pektin dan hemiselulosa. Penyimpanan kutin ini disebut pengutinan. Pada epidermis terdapat lapisan yang banyak mengandung pektin antara selulosa luar dinding periklin dan lapisan kutikula pada kebanyakan tumbuhan, yang merupakan kelanjutan dari lamela tengah dinding antiklin sel epidermis. Pada batang xerofit, misalnya Monttea aphylla, lapisan ini tebalnya mencapai 140 – 180 µm. Pengamatan menggunakan ME menunjukkan bahwa ternyata kutikula pertama kali tampak sebagai lapisan tipis (kutikula yang sebenarnya), kemudian lapisan kutin yang lain tampak sebagai lapisan kutikular yang biasanya menjadi bagian terbesar dari kutikula. Pada Hevea suaveolens ditemukan lapisan kutikula memata jala, yang berkembang lama sebelum perluasan sel dan paralel dalam fase akhir diferensiasi lamela.
2.                   Lilin
Timbunan lilin terjadi dalam bentuk butiran, seperti dalam Brassica dan Dianthus, atau sebagai batang, seperti, dalam Saccharum. Lilin juga disimpan dalam bentuk keping atau sisik. Lilin pada daun dan buah penting untuk mengurangi kebasahan permukaan. Beberapa campuran lilin gagal membentuk kristal dan mungkin membentuk lapisan yang berminyak dari keping pipih yang tidak teratur di atas kutikula, misalnya pada permukaan buah apel. Pada Copernicia cerifera dan Ceroxylon andicola, lapisan lilin setebal 5 mm. Pada daun Agave, lapisan lilin ditemukan di bawah kutikula. Pada tumbuhan tertentu, keping lilin ditemukan dalam kutin bagian luar dinding sel epidermis.
Kutikula berkembang selama tahap awal pertumbuhan organ. Prekursor kutin berubah menjadi tetes kecil dalam matriks dinding epidermis. Prekursor ini menjadi asam lemak tidak jenuh. Kutikula dibentuk ke arah sentripental, yaitu bagian luar dibentuk pertamakali. Bahan kutikula mengeras secara bertahap karena terjadi oksidasi dan polimerisasi secara terus-menerus. Cara lilin di permukaan ini dihasilkan masih diperdebatkan. Beberapa peneliti berpendapat bahwa eksodesmata atau saluran khusu pada dinding dan kutikula terlibat dalam proses ini. Peneliti lain yang meneliti tumbuhan dengan kutikula tidak dapat menemukan adanya saluran. Schiefer stein (1956) dan Loomis (1959) juga meragukan adanya saluran yang sebenarnya. Mereka berpendapat bahwa lilin dikeluarkan melalui retakan kutikula daun muda, kemudian dilindungi oleh penebalan lapisan kutikula.

3.              Garam
          Penimbunan garam dalam bentuk kristal, misalnya dalam Tamarix dan Plumbago capensis, penimbunan minyak dan resin dalam Eucalyptus,sering kali terjadi pada permukaan kutikula atau di dalamnya. Penimbunan garam silika ditemukan dalam dinding sel epidermis dari kebanyakan tumbuhan, misalnya, Equisetum,Gramineae, Cyperaceae, Palmae, dan spesies tertentu dari Moraceae,Aristolochiaceae, dan Magnoliaceae.
4.              Lignin
          Lignin jarang ditemukan pada dinding selepidermis. Apabila ada, hanya terdapat pada sebagiann dinding atau hanya pada dinding luae. Dinding epidermis yang berlignin terdapat pada daun Cycadeceae, Conifer, rimpang Gramineae, daun spesies tertnetu dari Eucalyptus dan Quercus, pada Laurus nobilis, dan Nerium olender.

5.              Getah
           Dinding sel epidermis ada yang bergetah, misalnya pada famili dari Dikotil tertentu, seperti pada Moraceae, Malvaceae, Rhamnaceae, Thymelaeaceae, dan Euphorbiaceae. Pada biji-bijian tertentu, seperti pada Linum usitatissimum, dinding luar sel epidermis bergetah. Pada kelenjar madu, sel epidermisnya juga bergetah pada waktu sekresi nektar.

6.              Senyawa-Senyawa Lain
Sel epidermis biasanya mempunyai banyak vakuola, tetapi pada dau Eucahyptus paperana hanya mempunyai sedikit vakuola kecil. Diasumsikan bahwa sel epidermis berisi leukoplas, tetapi tidak dapat dilihat pada beberapa daun yang diteliti, yaitu Eucalyptus, Ligustrum, dan Phaseolus. Kloroplas ditemukan pada Pteridophyta, Hydropyta, dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di tempat teduh.Antosianin terdapat dalam vakuola sel epidermis petala dari beberapa bunga, pada daun Zebrina pendula, pada batang dan tangkai Ricinus. Tanin, getah, dan kristal juga terdapat dalam protoplas sel epidermis.
Turunan atau Derivat Jaringan Epidermis
Ada banyak sel yang merupakan turunan atau derivat dari jaringan epidermis, antara lain sel silika dan sel gabus, sel kipas, litosit, dan stomata.
a)        Sel Silika dan Sel Gabus
Pada Pteridophyta tertentu, seperti    pada Gymnospermae, beberapa Gramineae, dan Dikotil tertentu, terdapat sel epidermis seperti serat. Pada Gramineae, di antara sel epidermis batang ada yang panjang dan ada 2 tipe sel pendek, yaitu sel silika dan sel gabus. Sel silika berkembang penuh berisi badan silika yang merupakan massa isotrop dengan silika di bagian puast yang berupa bulatan kecil. Pada penampang melintang, badan silika ada yang tampak bundar, elips, seperti haiter, atau seperti pelana. Dinding sel gabus mengandung zat gabus (suberin) dan banyak yang berisi bahan organik padat. Di atas sel pendek sering kali terdapat papila, duri atau rambut. Menurut Metcalfe (1960)¸selgabus pada kebanyakan tunbuhan berisi badan silika, dan pada rerumpatan tertentu, badan siliks juga terdapat pada beberapa sel panjang. Badan silika juga terdapat dalam sel epidermis khusus daro Cyperaceae dan beberapa Monokotil. 
b)        Sel Kipas
Pada epidermis daun Gramineae dan banyak Monokotil lain, kecuali Helobiaceae, terdapat sel kipas. Sel ini lebih besar daripada sel epidermis biasa, mempunyai dinding tipis dan vakuola besar. Pada penampang melintang daun, sel kipas (buliform) berisi banyak air dan  tidak berisi kloroplas. Dinding sel terdiri atas selulosa dan pektin. Dinding luar terdiri atas kutin dan ditutupi oleh kutikula.
Ada beberapa pendapat mengenai fungsi sel kipas. Salah satu pendapat mengatakan bahwa sel kipas berfungsi untuk membuka daun yang menggulung pada daun muda. Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa sel kipas berfungsi untuk menggulung atau membuka daun dewasa sebagai akibat kehilangan air. Penyelidikan yang dilakukan oleh shields (1951) pada 12 spesies Xerophyta menunjukkan bahwa pembukaan daun muda maupun daun dewasa karen penyerapan air bukan hanya dilakukan oleh sel kipas saja, tetapi ada unsur lain ikut berperan serta. Menurut Metcalfe (1959), sel kipas sering kali berisi silika, dinding luarnya tebal, dan mengandung kutin.
c)         Litosit
Litosit adalah sel yang dindingnya mengalami penebalan secara sentripetal. Penebalan tersebut mengandung pektin, selulosa, dan Ca karbonat. Penebalan disebut sistolit. Litosit terdapat pada Acanthaceae. Meraceae, Urticaceae, dan Cucurbitaceae. Misalnya, litosit pada sel epidermis atas daun karet (Ficus elastica).
d)        Sel Mirosin
Pada cruciferae, sel mirosin sering kali terdapat di dalam epidermis. Sel ini merupakan sel kelenjar yang besar, berisi enzim mirosin, berwarna merah dengan tes Millon, dan berwarna violet dengan larutan orcein dan HCL pekat. Sel idioblas yang besar berisi getah, terdapat dalam epidermis Lythraceae. Sel berbentuk seperti kantong yang sangat besar di dalam mesofil, terdapat dalam Cleoma aspera. Ruang kelenjar sering kali berkembang dari sel epidermis, misalnya pada Psoralea. Sel seperti pipa panjang berisi tanin terdapat pada epidermis Saxifraga.
e)        Sel Penutup (Stomata)
Pada epidermis terdapat lubang kecil yang dibatasi oleh dua sel khusus, yang disebut sel penutup. Sel penutup dengan lubangnya disebut stoma (stomata). Pada beberapa tumbuhan, stoma ada yang mempunyai sel tetangga. Sel ini secara morfologi berbeda dari sel epidermis lain, yaitu terdiri atas dua atau lebih sel tetangga yang mengelilingi sel penutup yang tampaknya berhubungan secara fungsi. Stoma dengan sel tetangga disebut Stomata apparatus atau Stomata kompleks. Sel tetangga biasanya berkembang dari sel protoderm yang berdekatan dengan sel induk. Berdasarkan hubungan ontogeni antara sel penutup dan sel tetangga, stomata dapat dibedakan menjadi tiga.
1).    Stomata mesogen          : sel tetangga yang mempunyai asal-usul sama dengan sel penutup.
2).    Stomata perigen              : Sel tetangga yang berkembang dari sel protoderm yang berdekatan dengan sel induk stomata.
3).    Stomata mesoperigen : Sel di sekeliling stomata, yaitu satu atau lebih sel tetangga yang mempunyai asal-usul yang sama dengan sel penutup, sedangkan sel yang lain tidak.
Stomata terutama terdapat pada daun, juga pada batang dan rimpang. Stomata tidak terdapat pada akar dan seluruh tubuh tumbuhan parasit yang tidak mengandung klorofil, seperti Monotropa dan Neottia. Pada Orobanch, stomata terdapat pada batang meskipun genus ini juga tidak mempunyai klorofil. Stomata terdapat pada air yang tenggelam, tetapi tidak semuanya. Stomata juga terdapat pada petala, filamen, karpela, dan biji (misalnya pada Colchicum), tetapi stomata ini biasanya tidak berfungsi.
Stomata terdapat pada sisi atas dan bawah daun, atau hanya pada permukaan bawah saja. Stomata tumbuhan yang daunnya mengapung di permukaan air, seperti Nymphaeae, hanya terdapat pada permukaan atas saja. Jumlah stomata per mm2 berbeda pada setiap tumbuhan. Misalnya, pada permukaan bawah daun Oxalis acetosella terdapat 37 stomata per mm2, pada Pistacia palaestina, 176, Pistacia lentiscus, 255; Styrax officinalis,261, Quercus calliprinos, 402, Olea europaea, 545, dan Quercus lyrata, 1198. Percobaan dengan daun Iris yang tumbuh di bawah intensitas sinar yang berbeda menunjukkan bahwa kekerapan stomata menurun dengan menurunnya intensitas sinar. Daun dengan pertulangan menyirip seperti pada Dikotil, stomatanya tersebar, sedangkan daun dengan pertulangan sejajar seperti pada Gramineae, stomatanya tersusun berderet sejajar, seperti pada Gramineae, stomatanya tersusun berderet sejajar.
Sel penutup stomata ada yang melengkung ke dalam dan ada yang menonjol lebih tinggi dari epidermis. Anabasis, Haloxylon, dan Ficus elastica mempunyai epidermis berlapis banyak. Sel induk sel penutup berdiferensiasi pada tahap perkembangan, sewaktu protoderm di sekelilingnya mengalami beberapa pembelahan periklin sehingga terbentuk epidermis berlapis banyak.
Di bawah stomata, di bagian mesofil teradapat ruang antarsel yang disebut ruang substomata. Sel penutup pada kebanyakan tumbuhan, kecuali Gramineae dan Cyperaceae, berbetuk ginjal. Membuka atau menutupnya stomata terjadi karena perubahan turgor sel penutup. Pada vicia faba, ditemukan bahwa rata-rata volume sel penutup 4,8 X 10-12 1 per stomata rumit dan 2,6 X 10-12 1 untuk setiap stomata yang tertutup. Ketebalan yang tidak sama dan keajekan dinding menyebabkan sel penutup berubah bentuk karena volumenya meningkat. Perubahan ini menyebabkan membukanya stomata. Menurut hipotesis lain, susunan menjari mikroserabut selulosa pada dinding sel penutup berperan penting dalam gerakan pembukaan stoma. Sel penutup dengan dinding periklin yang sangat tipis seperti pada Araucaria, Agathis, dan Anabasis articulata, penambahan lapisan dinding terdiri atas sejumlah lamela yang arah mikroserabut selulosanya berselang-seling.
Penonjolan dinding sel penutup dapat di atas atau di bawah penutup stomata. Pada penampang melintang, penonjolan ini tampak seperti tanduk. Tonjolan di luar membatasi rongga luar di atas penutup, sedangkan tonjolan di dalam membatasi rongga belakang yang berbatasan dengan ruang substomata.
Sel penutup pada Gramineae dan Cyperaceae berbentuk seperti halter. Bagian ujungnya membesar dan berdinding tipis. Bagian tengahnya memanjang, berdinding tebal, dan lumen selnya sempit. Adanya peningkatan turgor pada sel penutup ini menyebabkan bagian ujung sel membesar sehingga menekan bagian tengah sel yang memanjang. Karena struktur tersebut, inti sel penutup pada rumput-rumputan tampak sebagai 2 elips yang dihubungkan dengan sebuah benang sempit.
Susunan kimia dinding sel penutup sama dengan dinding sel epidermis, biasanya ditutupi oleh kutikula. Permukaan dinding sel penutup stomata pada Citrus tidak memiliki kutikula. sel penutup pada kebanyakan Cryptogamae berpembulu. Sementara, pada Gymnospermae dan beberapa Angiospermae, sel penutupnya mengalami penebalan dinding dengan lignin. Menurut Kaufman, lignifikasi dinding sel ada hubungannya dengan mekanisme pembukaan stomata.
Penelitian menggunakan mikroskop elektron menunjukkan bahwa sel penutup berisi sejumlah mitokondria, unsur RE, badan golgi, dan vakuola dengan berbagai ukuran. Meskipun plastidanya mempunyai sedikit granum dan frets, total fotosintesis yang terjadi dalam plastida sel penutup, menurut Thomson dan Journett (1970), cukup mendukung fungsi sel. Penelitian pada spesies Paphiopedilum (Orchidaceae) menunjukkan bahwa struktur lamela dan klorofil sama sekali tidak ada dalam plastida sel penutup, meskipun stomatanya berfungsi. Butir tepung terdapat dalam plastida. Pada stomata rumit yang sedang berkembang ditemukan adanya plasmodesmata antara sel penutup dan sel tetangga. Namun, hubungan plasmodesmata antara sel penutup dan sel tetangga tidak ditemukan pada stomata dewasa.
Berdasarkan hubungan stomata dengan sel epidermis tetangganya, stomata dikelompokkan menjadi berbagai tipe. Meskipun terdapat tipe yang berbeda pada familia yang sama, bahkan dalam daun dari spesies yang sama, struktur stomata rumit dapat digunakan untuk mempelajari taksonomi.
Secara morfologi, menurut Melcalfe & Chalk (1950) ada lima tipe stomata pada Dikotil.
1). Tipe anomosit (Ranunculaceous)
Pada tipe anomosit, sel penutup dikelilingi sejumlah sel tertentu yang tidak dapat dibedakan bentuk dan ukurannya dari sel epidermis yang lain. Tipe ini biasa terdapat pada Rununculaceae, Geraniaceae, Capparidaceae, Cucurbitaceae, Malvaceae, Tamaricaceae, Schorphulariaceae, dan Papaveraceae.
2). Tipe anisosit (Cruciferous)
Pada tipe anisosit, sel penutup dikelilingi oleh tiga sel tetangga yang tidak sama ukurannya. Tipe ini antara lain terdapat pada Cruciferae, Nicotiana, solanum, dan sedum.
3). Tipe parasit (Rubiaceous)
Pada tipe parasit, setiap sel penutup didampingi oleh satu atau lebih sel tetangga yang letaknya sejajar dengan stomata. Tipe ini biasa terdapat pada Rubiaceae, Magnoliaceae, Convolvulaceae, dan Mimosaceae, beberapa genus dari Papilionaceae seperti Ononis, Arachis, Phaseolus, dan Psoralea, dan berbagai spesies dari familia lain.
4). Tipe diasit (Caryophillaceous)
Pada tipe diasit, setiap stomata dikelilingi oleh dua sel tetangga yang letaknya memotong stomata. Tipe ini antara lain terdapat pada Caryophyllaceae dan Acanthaceae.
5). Tipe aktinosit
Tipe aktinosit merupakan variasi dari tipe diasit. Stomatanya dikelilingi sel tetangga yang teratur menjari. Tipe ini antara lain terdapat pada teh (Camellia sinensis).
                Pada monokotil, menurut Stebbins dan Kush (1961), ada empat tipe stomata.
1).    Sel penutup dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga. Tipe ini biasa terdapat pada Araceae, Commelinaceae, Musaceae, Strelitziaceae, Cannaceae dan Zingiberaceae (Gambar 34 no. 8).
2).    Sel penutup dikelilingi oleh 4 sampai 6 sel tetangga, 2 di antaranya berbentuk bulat dan lebih kecil dari yang lain, terletak pada ujung sel penutup. Tipe ini terdapat pada spesies dari Palmae, Pandanaceae, dan Cyclanthaceae (Gambar 34 no. 10).
3).    Sel penutup didampingi oleh 2 sel tetangga. Tipe ini terdapat pada Pontederiaceae,, Flagellariaceae, Butomales, Alismatales, Potamogetonales, Cyperales, Xyridales, dan Juncales (Gambar 34 no.9).
4). Sel penutup tidak mempunyai sel tetangga. Tipe ini terdapat pada Liliales (kecuali Pontederiaceae), Dioscorales, Amaryllidales, Iridales, dan Orchidales (Gambar 34 no. 3).
                Menurut Van Cotthem (1970), tipe stomata dewasa tidak hanya bernilai diagnosis, tetapi juga dapat digunakan sebagai penunjuk taksonomi alami karena hanya berdasarkan permukaannya saja dapat dibedakan 15 tipe utama stomata pada paku, Gymnospermae, dan Angiospermae.
                Stomata berkembang dari protoderm. Protoderm membelah menjadi sel besar dan sel kecil. Sel kecil membelah menjadi dua dan berdiferensiasi menjadi sel penutup. Mula-mula, selnya kecil dan tidak berbentuk khusus, tetapi kemudian berkembanga, membesar menjadi bentuk yang khusus. Selama perkembangannya, lamela tengah di atara kedua sel penutup ini membengkak dan berbentuk seperti lensa, kemudian terurai membentuk lubang stomata. Menurut Stevens dan Martin (1978), pembentukan lubang dimulai secara enzimatis. Pemisahan kedua sel penutup dilakukan oleh kekuatan osmosis dan hidrolisis tepung. Proses terbentuknya stomata yang tenggelam atau menonjol terjadi selama pemasakan sel penutup. Perkembangan stomata daun relatif dalam waktu yang lama.
                Tahap awal perkembangan stomata rumit pada daun rerumputan dan beberapa Monokotil lain diuraikan oleh Stebbins dan Jain (1960), Stebbins dan Shah (1960), serta pada gandum oleh Pickett Heaps dan Northcote (1966). Tahap pertama diferensiasi adalah pembelahan tak simetris oleh sel protoderm. Sebelum sel membelah, inti berpindah ke ujung; dan vakuola menempati ujung sel yang lain kemudian inti membelah. Salah satu anak ini yang dekat dengan vakuola menjadi lebih besar. Inti yang lebih kecil membelah membentuk kedua sel penutup. Sebelum terbentuk sel penutup. Sel ini menyebabkan sel epidermis tetangganya membelah secara tak simetris juga. Sel anak yang lebih kecil yang lebih dekat dengan sel induk sel penutup akan menjadi sel tetangga. Setelah pembentukan sel tetangga, barulah sel induk sel penutup membelah membentuk sel penutup. Setiap pembelahan tak simetris tampak adanya pita mikrotubula pada bagian tepi sitoplasma (Pickett-Heaps dan Northcote, 1966).
f)                   Trikoma
Pada epidermis sering terdapat alat tambahan, baik yang unisel maupun multisel yang disebut trikoma. Trikoma mempunyai struktur yang lebih padat seperti tonjolan, struktur kelenjar, dan duri yang terdiri atas sel epidermis atau jaringan subepidermis, yang disebut emergence. Pada beberapa kasus, sukar membedakan secara tegas kedua tipe alat tambahan ini tanpa mempelajari ontogeninya. Karena itu, untuk praktisnya di sini digunakan istilah trikoma, baik untuk alat tambahan yang berasal dari sel epidermis maupun dari subepidermis. Sel trikoma ada yang mempunyai dinding sekunder dan kadang-kadang berlignin. Beberapa trikoma dapat kehilangan protoplas hidupnya.
Pengggunaan trikoma (rambut) dalam taksonomi sudah terkenal. Beberapa familia dapat dengan muah diidentifikasi dengan adanya tipe trikoma. Trikoma ini penting dalam pengelompokan genus dan spesies. Trikoma dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu trikoma nonglandular (rambut tak kelenjar) dan trikoma glandular (rambut kelenjar).
Trikoma nonglandular dikelompokkan menjadi 4 macam:
1)        Trikoma sederhana yang terdiri atas satu sel atau multisel yang uniseriata, misalnya pada Lauraceae, Moraceae, Triticum, Hordeum, Pelargonium, dan Gossypium. Pada Gossypium, serabut bernilai ekonomi ini merupakan rambut epidermis unisel yang panjangnya mencapai 6 cm dan terdapat pada kulit biji. Kelompok ini meliputi papila dan rambut bergelembung seperti pada Crasulaceae.
2)        Trikoma berbentuk sisik, pipih, dan multisel. Ada yang tidak bertangkai (sessile), disebut sisik dan ada yang bertangkai sehingga seperti perisai, misalnya pada Olea.
3)        Trikoma multisel yang berbentuk seperti bintang, seperti pada Styrax, atau yang bercabang, seperti pada Platanus dan Verbascum.
4)        Trikoma kasar berlapis banyak terdapat pada pangkal tangkai Portulaca oleraceae, Schizanthus, dan spesies tertentu Compositae.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar